Sabtu, 18 Januari 2014

Lukman Hakim Saifudin

Abu Bakar Ba'asyir

Abu Bakar Ba'asyir bin Abu Bakar Abud, biasa juga dipanggil Ustadz Abu dan Abdus Somad (lahir Jombang, Jawa Timur, 17 Agustus 1938; umur 75 tahun), merupakan seorang tokoh Islam di Indonesia keturunan Arab. Ba'asyir juga merupakan pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) serta salah seorang pendiri Pondok Pesantren Islam Al Mu'min. Berbagai badan intelijen menuduh Ba'asyir sebagai kepala spiritual Jemaah Islamiyah (JI), sebuah grup separatis militan Islam yang mempunyai kaitan dengan al-Qaeda.Walaupun Ba'asyir membantah menjalin hubungan dengan JI atau terorisme.
Ba'asyir pernah menjalani pendidikan sebagai santri Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur (1959) dan alumni Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo, Jawa Tengah (1963). Perjalanan kariernya dimulai dengan menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Solo. Selanjutnya ia menjabat Sekretaris Pemuda Al-Irsyad Solo, kemudian terpilih menjadi Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (1961), Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam, memimpin Pondok Pesantren Al Mu'min (1972) dan Ketua Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), 2002.
Ba'asyir mendirikan Pesantren Al-Mu'min di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, bersama dengan Abdullah Sungkar pada 10 Maret 1972. Pada masa Orde Baru, Ba'asyir melarikan diri dan tinggal di Malaysia selama 17 tahun atas penolakannya terhadap asas tunggal Pancasila.

Perjalanan hidup

  • 1972, Pondok Pesantren Al-Mukmin didirikan oleh Abu Bakar Ba'asyir bersama Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H. Daeng Matase dan Abdllah Baraja. Pondok Pesantren ini berlokasi di Jalan Gading Kidul 72 A, Desa Ngruki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Menempati areal seluas 8.000 meter persegi persisnya 2,5 kilometer dari Solo. Keberadaan pondok ini semula adalah kegiatan pengajian kuliah zuhur di Masjid Agung Surakarta. Membajirnya jumlah jamaah membuat para mubalig dan ustadz kemudian bermaksud mengembangkan pengajian itu menjadi Madrasah Diniyah.
  • 1983, Abu Bakar Ba'asyir ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar. Ia dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Ia juga melarang santrinya melakukan hormat bendera karena menurut dia itu perbuatan syirik. Tak hanya itu, ia bahkan dianggap merupakan bagian dari gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto)--salah satu tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Jawa Tengah. Di pengadilan, keduanya divonis 9 tahun penjara.
  • 11 Februari 1985, Ketika kasusnya masuk kasasi Ba'asyir dan Sungkar dikenai tahanan rumah, saat itulah Ba'asyir dan Abdullah Sungkar melarikan diri ke Malaysia. Dari Solo mereka menyebrang ke Malaysia melalui Medan. Menurut pemerintah AS, pada saat di Malaysia itulah Ba'asyir membentuk gerakan Islam radikal, Jamaah Islamiyah, yang menjalin hubungan dengan Al-Qaeda.
  • 19851999, Aktivitas Baasyir di Singapura dan Malaysia ialah "menyampaikan Islam kepada masyarakat Islam berdasarkan Al Quran dan Hadits", yang dilakukan sebulan sekali dalam sebuah forum, yang hanya memakan waktu beberapa jam di sana. Menurutnya, ia tidak membentuk organisasi atau gerakan Islam apapun. Namun pemerintah Amerika Serikat memasukkan nama Ba'asyir sebagai salah satu teroris karena gerakan Islam yang dibentuknya yaitu Jamaah Islamiyah, terkait dengan jaringan Al-Qaeda.
  • 1999, Sekembalinya dari Malaysia, Ba'asyir langsung terlibat dalam pengorganisasian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang merupakan salah satu dari Organisasi Islam baru yang bergaris keras. Organisasi ini bertekad menegakkan Syariah Islam di Indonesia.
  • 10 Januari 2002, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, Muljadji menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap pemimpin tertinggi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba'asyir. Untuk itu, Kejari akan segera melakukan koordinasi dengan Polres dan Kodim Sukoharjo.
  • 25 Januari 2002, Abu Bakar Ba'asyir memenuhi panggilan untuk melakukan klarifikasi di Mabes Polri. Abu Bakar datang ke Gedung Direktorat Intelijen di Jakarta sekitar pukul 09.30. Saat konferensi pers, pengacara Abu Bakar Ba'asyir, Achmad Michdan, mengatakan, pemanggilan Abu Bakar Ba'asyir oleh Mabes Polri bukan bagian dari upaya Interpol untuk memeriksa Abu Bakar. "Pemanggilan itu merupakan klarifikasi dan pengayoman terhadap warga negara," tegas Achmad.
  • 28 Februari 2002, Menteri Senior Singapura, Lee Kuan Yew, menyatakan Indonesia, khususnya kota Solo sebagai sarang teroris. Salah satu teroris yang dimaksud adalah Abu Bakar Ba'asyir Ketua Majelis Mujahidin Indonesia, yang disebut juga sebagai anggota Jamaah Islamiyah.
  • 19 April 2002, Ba'asyir menolak eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA), untuk menjalani hukuman pidana selama sembilan tahun atas dirinya, dalam kasus penolakannya terhadap Pancasila sebagai azas tunggal pada tahun 1982. Ba'asyir menganggap, Amerika Serikat berada di balik eksekusi atas putusan yang sudah kadaluwarsa itu.
  • 20 April 2002, Ba'asyir meminta perlindungan hukum kepada pemerintah kalau dipaksa menjalani hukuman sesuai putusan kasasi MA tahun 1985. Sebab, dasar hukum untuk penghukuman Ba'asyir, yakni Undang-Undang Nomor 11/PNPS/1963 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Subversi kini tak berlaku lagi dan pemerintah pun sudah memberi amnesti serta abolisi kepada tahanan dan narapidana politik (tapol/napol).
  • April 2002, Pemerintah masih mempertimbangkan akan memberikan amnesti kepada tokoh Majelis Mujahidin Indonesia KH Abu Bakar Ba'asyir, yang tahun 1985 dihukum selama sembilan tahun oleh Mahkamah Agung (MA) karena dinilai melakukan tindak pidana subversi menolak asas tunggal Pancasila. Dari pengecekan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Menkeh dan HAM) Yusril Ihza Mahendra, ternyata Ba'asyir memang belum termasuk tahanan politik/narapidana politik (tapol/napol) yang memperoleh amnesti dan abolisi dalam masa pemerintahan Presiden Habibie maupun Abdurrahman Wahid.
  • 8 Mei 2002, Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya memutuskan tidak akan melaksanakan eksekusi terhadap Abu Bakar Ba'asyir atas putusan Mahkamah Agung (MA) untuk menjalani hukuman pidana selama sembilan tahun penjara. Alasannya, dasar eksekusi tersebut, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 11/ PNPS/1963 mengenai tindak pidana subversi sudah dicabut dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebaliknya, Kejagung menyarankan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Sukoharjo (Jawa Tengah) untuk meminta amnesti bagi Ba'asyir kepada Presiden Megawati Soekarnoputri.
  • 8 Agustus 2002, Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia mengadakan kongres I di Yogyakarta untuk membentuk pimpinan Mujahidin. Terpilihlah Ustad Abu Bakar Ba'asyir sebagai ketua Mujahidin sementara.
  • 19 September 2002, Ba'asyir terbang ke Medan dan Banjarmasin untuk berceramah. Dari sana, ia kembali ke Ngruki untuk mengajar di pesantrennya.
  • 23 September 2002, Majalah TIME menulis berita dengan judul Confessions of an Al Qaeda Terrorist dimana ditulis bahwa Abu Bakar Ba'asyir disebut-sebut sebagai perencana peledakan di Mesjid Istiqlal. Time menduga Ba'asyir sebagai bagian dari jaringan terorisme internasional yang beroperasi di Indonesia. TIME mengutip dari dokumen CIA, menuliskan bahwa pemimpin spiritual Jamaah Islamiyah Abu Bakar Ba'asyir "terlibat dalam berbagai plot." Ini menurut pengakuan Umar Al-Faruq, seorang pemuda warga Yaman berusia 31 tahun yang ditangkap di Bogor pada Juni lalu dan dikirim ke pangkalan udara di Bagram, Afganistan, yang diduduki AS. Setelah beberapa bulan bungkam, akhirnya Al-Faruq mengeluarkan pengakuan--kepada CIA--yang mengguncang. Tak hanya mengaku sebagai operator Al-Qaeda di Asia Tenggara, dia mengaku memiliki hubungan dekat dengan Abu Bakar Ba'asyir. Menurut berbagai laporan intelijen yang dikombinasikan dengan investigasi majalah Time, bahkan Ba'asyir adalah pemimpin spiritual kelompok Jamaah Islamiyah yang bercita-cita membentuk negara Islam di Asia Tenggara. Ba'asyir pulalah yang dituding menyuplai orang untuk mendukung gerakan Faruq. Ba'asyir disebut sebagai orang yang berada di belakang peledakan bom di Masjid Istiqlal tahun 1999. Dalam majalah edisi 23 September tersebut, Al-Farouq juga mengakui keterlibatannya sebagai otak rangkaian peledakan bom, 24 Desember 2000.
  • 25 September 2002, Dalam wawancara khusus dengan wartawan TEMPO, Ba'asyir mengatakan bahwa selama di Malaysia ia tidak membentuk organisasi atau gerakan Islam apapun. Selama di sana ia dan Abdullah Sungkar hanya mengajarkan pengajian dan mengajarkan sunah Nabi. "Saya tidak ikut-ikut politik. Sebulan atau dua bulan sekali saya juga datang ke Singapura. Kami memang mengajarkan jihad dan ada di antara mereka yang berjihad ke Filipina atau Afganistan. Semua sifatnya perorangan." Ungkapnya.
  • 1 Oktober 2002, Abu Bakar Ba'asyir mengadukan Majalah TIME sehubungan dengan berita yang ditulis dalam majalah tersebut tertanggal 23 September 2002 yang menurut Ba'asyir berita itu masuk dalam trial by the press dan berakibat pada pencemaran nama baiknya. Ba'asyir membantah semua tudingan yang diberitakan Majalah TIME. Ia juga mengaku tidak kenal dengan Al-Farouq.
  • 11 Oktober 2002, Ketua Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba`asyir meminta pemerintah membawa Omar Al-Faruq ke Indonesia berkaitan dengan pengakuannya yang mengatakan bahwa ia mengenal Ba'asyir. Atas dasar tuduhan AS yang mengatakan keterlibatan Al-Farouq dengan jaringan Al-Qaeda dan aksi-aksi teroris yang menurut CIA dilakukannya di Indonesia, Ba'asyir mengatakan bahwa sudah sepantasnya Al-Farouq dibawa dan diperiksa di Indonesia.
  • 14 Oktober 2002, Ba'asyir mengadakan konferensi pers di Pondok Al-Islam, Solo. Dalam jumpa pers itu ia mengatakan peristiwa ledakan di Bali merupakan usaha Amerika Serikat untuk membuktikan tudingannya selama ini bahwa Indonesia adalah sarang teroris.
  • 17 Oktober 2002, Markas Besar Polri telah melayangkan surat panggilan sebagai tersangka kepada Pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba`asyir. Namun Ba'asyir tidak memenuhi panggilan Mabes Polri untuk memberi keterangan mengenai pencemaran nama baiknya yang dilakukan oleh majalah TIME.
  • 18 Oktober 2002, Ba'asyir ditetapkan tersangka oleh Kepolisian RI menyusul pengakuan Omar Al Faruq kepada Tim Mabes Polri di Afganistan juga sebagai salah seorang tersangka pelaku pengeboman di Bali.
  • 3 Maret 2005, Ba'asyir dinyatakan bersalah atas konspirasi serangan bom 2002, tetapi tidak bersalah atas tuduhan terkait dengan bom 2003. Dia divonis 2,6 tahun penjara.
  • 17 Agustus 2005, masa tahanan Ba'asyir dikurangi 4 bulan dan 15 hari. Hal ini merupakan suatu tradisi pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Ia dibebaskan pada 14 Juni 2006.
  • 9 Agustus 2010 Abu Bakar Ba'asyir kembali ditahan oleh Kepolisian RI di Banjar Patroman atas tuduhan membidani satu cabang Al Qaida di Aceh
  • 16 Juni 2011, Ba'asyir dijatuhi hukuman penjara 15 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia, walaupun banyak kontroversi yang terjadi selama masa persidangan.
Sumber: http://id.wikipedia.org

Abdurrahman Mohammad Fachir

Abdurrahman Mohammad Fachir, disingkat A.M. Fachir, ditulis dalam bahasa Arab عبد الرحمن محمد فاخر (lahir di Banjarmasin, 26 November 1957; umur 56 tahun) adalah seorang diplomat. Fachir pernah menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia di Republik Arab Mesir, sejak September 2007 sampai dengan Juni 2011. Saat ini ia menjabat Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Nama Abdurrahman Mohammad Fachir berasal dari bahasa Arab. Abdurrahman عبد الرحمن berarti hamba Allah Yang Maha Rahman (Pengasih), Mohammad محمد berarti yang terpuji atau mendapat pujian, dan Fachir فاخر berarti yang hebat (excellent dan superior).
Dengan demikian, nama Abdurrahman Mohammad Fachir artinya hamba Allah yang terpuji dan hebat.

Pendidikan

Fachir menyelesaikan pendidikan dasarnya di Banjarmasin, lalu pada tahun 1972 ia berangkat ke Pulau Jawa untuk mengenyam pendidikan tingkat menengah di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar dan Pondok Modern Darussalam Gontor. Tahun 1978, ia bertolak menuju ibukota guna melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra dan Bahasa Arab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Selama kuliah di "Kampus Pembaharu" yang beralamat di Ciputat, ia pernah mengikuti pertukaran pemuda ASEAN-Jepang (Nippon Maru) 1978.
Fachir termasuk salah satu pemain band kampus. Ia dikenal sebagai seniman. Ia juga aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia pernah menjabat Ketua LSMI (Lembaga Seni Mahasiswa Islam) ketika Azyumardi Azra menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1981-1982.
Fachir diwisuda sebagai sarjana bergelar doctorandus (Drs) pada bulan Agustus 1983, setelah dinyatakan lulus dalam ujian skripsi. Judul skripsinya adalah “Taatstsur al-Natsr al-Hadits bi al-Harakat al-Wathoniyyah fi Mishra” (Terpengaruhnya Prosa Modern oleh Gerakan Nasionalisme di Mesir), yang disusun dalam bahasa Arab.[1]

Perkawinan

Fachir bersama keluarga pada Idul Fitri 2008. Dari kiri: Ifa, Ila, Fachir, Yasmin dan Ais
Fachir menikah pada tanggal 7 Januari 1983 dengan Yasmin Sukmawira (lahir di Samarinda, 13 November 1958) dan telah dikaruniai tiga anak, yaitu:
  1. Rif'at Syauqi Rahman Fachir (Ifa), lahir bulan Oktober 1983, mantan pemain keyboard Band Maliq & D'Essentials
  2. Nabila Fauzia Rahman Fachir (Ila), lahir tahun 1988
  3. Faris Karami Rahman Fachir (Ais), lahir tahun 1994

Karier Diplomat

Pada bulan November 1983, Fachir diterima sebagai pegawai negeri sipil di Kementerian Luar Negeri. Ia memulai karier di kementerian yang saat itu dipimpin oleh Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja, SH sebagai Pjs. Kepala Seksi Dewan Keamanan PBB Direktorat Organisasi Internasional pada tahun 1985.
Tahun 1988 Fachir ditugaskan di KBRI Baghdad sampai tahun 1992, saat-saat terjadinya invasi Irak terhadap Kuwait yang kemudian menyulut Perang Teluk I. Dalam peperangan yang berkecamuk, Fachir bersama para staf KBRI Baghdad harus mengungsikan ratusan WNI, sebagian besar TKW, keluar dari Baghdad menuju Yordania. "Jarak evakuasi ada ribuan kilometer dari Baghdad. Kami pun lewat di tengah peperangan. Alhamdulillah, Allah masih melindungi kami. Deg-degan juga, dan sampai sekarang masih sering teringat kejadian itu,” kenang Fachir.[2]
Sepulang dari negeri Saddam Hussein, Fachir lalu diperbantukan pada Badan Pelaksana Ketua Gerakan Non Blok (GNB) saat Indonesia memimpin GNB (1992-1995) dan kemudian menempati pos di Perutusan Tetap RI untuk PBB di New York sebagai Penanggung jawab Satuan Tugas GNB pada tahun 1995-1999. Fachir kemudian ditunjuk sebagai Kepala Subdit Politik dan Keamanan, Direktorat Organisasi Internasional Kementerian Luar Negeri, sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Panitia Kerja Tetap Antar Departemen pada tahun 1999-2002 . Setelah itu, ia dipercaya sebagai Kepala Biro Naskah dan Penerjemahan Sekretariat Negara sekaligus sebagai Penerjemah Resmi Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2002-2004.[3]
Tahun 2004 Fachir diangkat menjadi Wakil Kepala Perwakilan di Malaysia, dan menjadi Kuasa Usaha Ad Interim semenjak berakhirnya masa jabatan Duta Besar Rusdiharjo, pada Februari 2007. Meskipun hanya kurang satu tahun menjabat Kuasa Usaha Ad Interim di Malaysia, ia telah banyak melakukan perubahan. Antara lain, pengurusan paspor tidak bisa lagi melalui agen. Yang bersangkutan harus mengurus langsung. Peran Satgas Perlindungan dan Pelayanan WNI di KBRI Kuala Lumpur juga sangat dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Begitu banyak kasus yang berhasil ditangani, walaupun masih ada yang sedikit tercecer.[4]

Duta Besar di Mesir

Presiden SBY menyampaikan selamat kepada Fachir usai dilantik menjadi duta besar
Fachir dilantik sebagai duta besar di Mesir pada tanggal 5 September 2007 bersama dengan enam duta besar lainnya, seperti Marty Natalegawa untuk posisi duta besar di PBB.[5] Ia tiba di negeri Piramida tanggal 30 Oktober 2007 dan tercatat sebagai duta besar ke-18 menggantikan Prof. Dr. Bachtiar Aly, MA yang habis masa tugasnya 30 November 2005.
Sumber:  http://id.wikipedia.org

Hamid Fahmi Zarkasyi M Phil


MISYKAT : pembelajaran islam intelektual dari ulama pemikir kontemporer Indonesia
Biografi singkat Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi

Beliau (Hamid Fahmi Zarkasyi ; disingkat HFZ) lahir dari keluarga ulama, ayahandanya seorang dari Tri Murti pesantren Gontor KH Imam Zarkasyi Rohimahullah. Terlahir dari keluarga islami modern, sehingga membentuk pribadi dan kejiwaan juga pendidikannya tidak terlepas dari lingkungan keilmuan dan keagamaan. Menamatkan pendidikan menengahnya di Kulliyatul Mualimin Al-islamiyah Pondok Modern Darussalam Gontor PonorogoJjawa Timur dan S1nya di institute studi Darussalam (ISID) di pondok yang sama. Pendidikan S2 ( MAEd) dalam bidang pendidikan di peroleh di The University of Punjab, Lahore, Pakistan (1986). Pendidikan S2 selanjutnya (M.Phil) dalam studi islam diselesaikan di University of Birmingham United Kingdom (1998). Sedangkan studi S3 (Ph.D) bidang pemikiran islam di selesaikan di International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) IIUM Malaysia (2006). Kini ia menjadi direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), direktur Center for Islamic andOccidental Studies (CIOS), ISID Gontor. Baru baru ini ia dipilih menjadi pimpinan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).
Sikap keilmuannya tercermin dari berbagai tulisannya di media masa. Ia mencoba mengkritik sesuatu yang di apresiasi orang, dan mengapresiasi konsep-konsep tradisional Islam yang selama ini dilupakan orang. Murid langsung Prof. Mohammad Naquib Al Attas ini pernah menjadi wakil umat Islam Indonesia dalam simposium tentang masa depan politik Islam di JIIA Tokyo 2008. Dalam bidang pendidikan ia adalah salah satu anggota dari tujuh Advisory Panel for International Academy of Islamic Education (IAME) yang berpusat di Malaysia (2010-sekarang). Sekarang selain aktif menulis di berbagai media masa dan beberapa jurnal, kesehariannya ia habiskan waktu untuk mengajar dan memimpin Program Kaderisasi Ulama dan Pascasarjana ISID Gontor Ponorogo Jawa Timur.
Sekilas Tentang Buku
Buku ini merupakan kumpulan tulisan beliau di majalah ISLAMIA dan jurnal Islamia di harian Republika selama tiga tahun (2009-2012). Saya berusaha mengikuti tulisan beliau setelah mengenal majalah ini. Setelah sekian lama menunggu karena jarang terbitnya majalah Islamia (semoga tidak tutup), akhirnya kumpulan tulisan beliau dibukukan. Buku ini di bagi dalam 2 bab, bab 1 berjudul De-Westernisasi terdiri dari 14 tulisan/makalah plus 1 tulisan berbentuk Tanya jawab, kebanyakan berisi tentang refleksi, memahami cara pandang barat khususnya tentang Ketuhanan, Agama, Humanisme dan isme-isme lain yang sengaja di gencarkan barat. Bab 2 berjudul Deliberalisasi, kurang lebih berisi tentang informasi faham-faham yang diusung barat, hal-hal yang ramai di bicarakan kalangan pemikir muslim seperti ideologi dan teologi liberal, moderat dan pluralisme, toleransi, sekularisme termasuk clash of worldview dan sedikit ghazwul fikri. Sama dengan bab 1 ditambah bahasan Tanya jawab yang unik tentang liberalisasi pemikiran islam.
Sebenarnya tidak cukup mewakili yang saya uraikan diatas, teman teman harus membacanya sendiri sampai baru akan merasakn ruh tulisan pemikiran yang brilian dan bernas. Tidak seperti buku pemikiran lain yang mungkin bagi sebagian orang termasuk berat. Dalam buku ini kita bisa merasakan renyahnya tulisan - refleksi tentang Islam dan liberalisasi dari seorang ahli yang menekuni dalam bidang ini cukup lama, enak di baca dan perlu (istilah majalah Tempo). Setiap tulisan umumnya 2-4 halaman, pendek-pendek tapi padat dan bernas, menjadikan saya termotivasi terus membaca sampai usai dengan spiderweb pikiran menyebar mengikuti apa yang dia utarakan. Subhanallh, sepertinya berlebihan tapi itu yang saya rasa. Mungkin saja bagi yang lain tidak seperti itu, dan sangat wajar.
Pada waktu kuliah saya sangat menungg- nunggu terbitnya majalah Islamia, walau terbit 3 bulan saya sering datang ke toko buku langganan hampir seminggu 3x, mudah mudahan ada info menarik tentang majalah ini, ada edisi khusus misalnya. Setiap edisi yang terbit pak Hamid mengisi kolom prolog dan epilog. Setiap kali baca setiap kali saya seperti orang besar dan pinter seperti dia (duilee..loba gaya ieu budak cumenol!), entah itu optimis dan semangat belajar atau justru panyakit hati yang ada di diri saya yang harus dijauhi, astaghfirullahal adzim. Ya itulah keuntungannya banyak membaca teman, apabila kita membaca, spirit itu akan selalu ada, dan buku buku yang di baca sangat mempengaruhi orang-orang yang membacanya. Inilah salah satu alasan kenapa cakrawala terbentuk.
Kembali ke yang tadi.
Banyak paham, ideologi atau keyakinan yang datang silih berganti kedalam pikiran umat islam dalam bentuk pendapat (opini), pandangan, ide, atau wacana lepas. Semua itu kita konsumsi melalui media masa, media elektronik ataupun diskusi-diskusi umum.
Tanpa disadari paham-paham itu merasuk kedalam alam pikiran umat islam dan bangsa indonesia, yang kemudian menjelma menjadi cara pandang masyarakat umum. Padahal hal itu berasal dari pandangan hidup barat yang tidak selalu sejalan dengan pandangan hidup bangsa indonesia yang heterogen ini. Sayangnya sejauh ini tidak banyak yang secara berani mengkritis pendapat-pendapat atau wacana-wacana itu dalam bentuk yang populis.
Buku ini adalah upaya melihat barat dengan program Westernisasi dan liberalisasinya secara obyektif, dengan tetap mempertahankan identitas dan cara pandang yang khas, yaitu islam.
Dengan adanya buku ini, kita akan di ajak bagaimana melihat hakekat barat dengan program-programnya secara kritis melalui berbagai aspek kehidupan, pemikiran, dan ide-ide dibelakangnya.

Sobat Cakra, saya belum membedah tulisan tulisan beliau, insyaallh di lain waktu, atau mungkin teman tertarik untuk membedahnya, sangat kita harapkan saya hanya memberikan pengantar saja untuk saat ini. Mohon maaf dari segala kekhilafan. Wallahu alam bishawab.
Referensi : buku misykat, refleksi tentang islam, westernisasi & liberalisasi, INSISTS Press , 2012.



Maftuh Basuni SH



Duta Besar RI untuk Arab Saudi, ini mengatakan, Departemen Agama (Depag) harus menjadi contoh bagi departemen lainnya. Hal itu dikemukakan setelah menjalani uji kelayakan sebagai calon menteri di kediaman presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Puri Cikeas, Bogor, Senin sore 18 Oktober 2004.

Menurutnya, Depag sangat lekat dengan kata agama yang berarti mengajak orang untuk berbuat kebaikan. Karena itu, Depag harus jadi contoh bagi departemen lainnya.

Sebab, ia mendengar dari pemberitaan media massa, banyak terjadi korupsi di departemen tersebut. Basyuni yang bermukim di Riyadh, mengaku ditelepon anggota tim sukses SBY, Menteri Sekretaris Negara 2009-2014
Sudi Silalahi, Minggu (17/10) untuk hadir di Puri Cikeas.

Basyuni yang pernah menjabat sekretaris negara saat Presiden Presiden Republik Indonesia Keempat (1999-2001)
Abdurrahman Wahid itu mengaku siap ditempatkan di mana pun termasuk sebagai Lihat Daftar Menteri
Menteri agama.

Ia mengatakan, dalam pertemuan dengan SBY itu, banyak dibicarakan mengenai perbaikan dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Alumni Pondok Pesantren Gontor yang meniti karir di Deplu itu, mengaku sebagai orang yang ditempatkan di Arab Saudi, sedikit banyak mengetahui urusan penyelenggaraan haji.

Namun, ketika ditanya program untuk perbaikan haji itu, Basyuni yang juga pernah menjadi kepala Rumah Tangga Kepresidenan saat Presiden Republik Indonesia Kedua (1966-1988)
Presiden Soeharto dengan diplomatis mengatakan belum tahu, karena dia juga belum tahu akan ditempatkan di posisi mana. tsl
© ENSIKONESIA - ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

Sumber: www.tokohindonesia.com