RISALAH SINGKAT BIOGRAFI KIAI TIDJANI
KH.
Moh. Tidjani Djauhari, MA, merupakan putera dari (alm) Kia Djauhari selaku
muqaddam Tarekat Tijaniyah di Madura. Beliau mendapatkan ijazah dan talqin oleh
ayahnya, sebelum beliau berangkat melanjutkan studinya ke Madinah pada tahun
1965. Kiai Tidjani lahir di desa Prenduan, Sumenep, Madura, pada hari Selasa,
pada tanggal 24 Dzul-Qo’dah 1365 H/23 Oktober 1945 M. Dan beliau merupakan
putera kedua dari seorang ibu yaitu Nyai Maryam.
Nasab
Kiai Tidjani dari keturunan ibunya ia mewarisi keturunan kiai kharismatik dari
organisasi kemasyarakatan NU, (alm) Kiai As’ad Syamsul Arifin, pendiri Pondok
Pesantren As-Syafi’iyah Asem Bagus Situbondo. Hal ini diperkuat dari penjelasan
Kiai Tidjani semasa hidupnya: “Almarhum Kiai As’ad Syamsul Arifin, adalah
sepupu dari nenek saya. Jadi masih keluarga sendiri.” Kalau dari pihak ayahnya
dia mewarisi keturunan salah seorang tokoh legendaris Madura, yaitu Jokotole.
Jokotole adalah salah seorang tokoh yang memiliki peran penting dalam
perjalanan sejarah kerajaan Majapahit.
Semasa
kecilnya beliau mengenyam pendidikan keduanya di Sekolah Rakyat/ MMA pada tahun
1378 H/ 1945-1958 M. Setelah itu beliau melanjutkan sisa pendidikan ke Pondok
Pesantren Darussalam KMI Gontor Ponorogo pada tahun 1384 H/ 1958-1965M. Ketika
beliau lulus di KMI, beliau mengabdikan diri di sana, bahkan beliau diberikan
tanggung jawab sebagai sekretaris panitian pendirian Institut Pondok Darussalam
Gontor yang kemudian sekarang dikembangkan menjadi ISID Gontor. Beliau juga
menjadi ketua forum Silaturrahmi Pimpinan Pondok Pesantren Alumni Modern
Darussalam Gontor (FOSKPPA-PMDG).
Di
lain sisi beliau menjadi ketua Forum Silaturrahmi Kiai Alumni PM. Gontor
Ponorogo, dan beliaulah yang memimpin pertemuan tersebut dalam acara Serasehan
tentang Amandemen UU. SISDIKNAS. Setahun kemudian, beliau mengikuti dialog IV
DPR dalam mendukung UU. SISDIKNAS bersama KH. Abdullah Syukri (pimpinan Gontor), dan KH. Kholil Ridwan
(pimpinan Badan Kerjsama Silaturrahmi Pondok Indonesia). Bahkan beliau
diberikan kepercayaan untuk menjadi koordinator Badan Silaturrahmi Ulama
Pesantren Madura (BASSRA).
Sebelum beliau melanjutkan pendidikannya ke
Mekkah dan Madinah, beliau di karunia seorang istri yan g sholehah dari seorang
putri ulama terkenal Ny. Hj. Dra. Anisah Fathimah Zarkasyi. Beliau adalah putri
ke lima dari putri (alm) KH. Imam Zarkasyi pendiri Pondok Pesantren Modern
Darussalam Gontor Ponorogo. Hubungan Kiai Tidjani dengan Kiai Zarkasyi adalah
sebagai murid dan juga menajdi menantunya. Keberuntungan besar yang belia
dapatkan, karena Kiai Tidjani mengabdikan dirinya kepada gurunya (ta’dib) dan
pesantren, maka dari inilah beliau di ambil mantu oleh gurunya, yaitu Kiai
Zarkasyi.
Dalam
menjalani kehidupan rumah tangganya, beliau di karunia keturunan, yaitu: 1) H.
Ahmad Fauzi Tidjani, MA, 2) Hj. Shafiyah, Lc. M.Si, 3) Hj. Aisyah, Lc, 4) Hj.
Afifah, 5) Imam Zarkasyi, 6) Amnah, 7) Abdullah Muhammadi, dan 8) Syifa’.
Bahkan beliau di karuniai cucu dari perkawinan putra dan putrinya yaitu
Syafiqoh Mardiana, dan Ayman Fajri.
Semasa
beliau melanjutkan pendidikan S1 di Jami’ah Islamiyah Madinah pada tahun 1969
M, dan melanjutkannya ke S2 di Jami’ah Malik Abdul Aziz Mekah (S2) pada tahun
1389 H/ 1974. Dari tahun 1965-1974 Kiai Tidjani mendalami ilmu keagamaannya,
semasa beliau menjadi mahasiswa luar negeri, beliau menjadi pimpinan redaksi
majalah Tullab University Islam Madinah, dan pernah mengisi ceramah ilmiyah
anggota persatuan pelajar Indonesia Komisariat Madinah, bahkan beliau
dipercayai memberikan bimbingan penyuluhan kepada jama’ah haji di Makkah, Madinah, dan Mina (semasa S1).
Setelah
beliau menyandang status Magister. Beliau mengabdi dan bekerja di Rabithah Alam
Islami di Makkah pada tahun 1974-1989. Beliau adalah orang terpilih, karena
tesis Magisternya menggunakan teks dan bahan penelitiannya, dikumpulkan dari
berbagai negara seperti Turki, Jerman, Belanda, Amerika Serikat, Inggris,
Prancis, Spanyol sampai Mesair. Dari sinilah Kiai Tidjani di percayai oleh M.
Natsir untuk bergabung dengan RAI, karena beliau merupakan mahasiswa terbaik dari
tingkat Lisens Fakultas Syari’ah Jami’ah Madinah untuk program S1, Universitas
Ibnu Saud Mekkah untuk jenjang S2 dengan predikat mumtaz.
Pada
tahun 1989-2007, beliau kembali pada tanah kelahirannya, yaitu di Prenduan.
Disanalah beliau menghabiskan sisa hidupnya dan membantu adiknya Kiai Idris
demi mewujudkan cita-cita Kakeknya, yaitu mengembangkan warisan luluhur, yaitu
pengembangan pesantren dan dakwah. Pondok Tegal yang merupakan warisan dari
Kiai Djauhari di sulap dengan sedemikianrupa. Sekarang dikenal dengan Pondok
Pesantren Al-Amien Prenduan. Di sanalah beliau meneruskan perjuangan ayahnya
dan beliau menjadi Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren AL-AMIEN PRENDUAN.
Sedangkan
dalam dunia tasawuf, beliau menerima
ajaran tarekat shufiyah dari para gurunya semasa beliau hidup di Makkah.
Gurunya adalah Syekh Muhammad bin Abdul Hamid Alfuty, dari Syekh Muhammad Alfa
Hasyim, dari Syekh Ahmad bin Umar Alfuty, dari ayahnya Syekh Ahmad bin Muhammad
At-Tijany yang beliu menerima langsung yaqdlatan dari kanjeng gusti Rasulullah
Saw. Di lain sisi, beliau mendapatkan ijazah dari Syekh Idris bin Muhammad
Al-‘Abid Al-Husainy Al-Iraqy dari Fez Maroko, dan dari Syekh Adam An-Nafithy
asala Negeria, bahkan beliau mendapatkan ijazah dari cicit Syekh Ahmad
At-Tidjani, As-Sayyid Muhammad Al-Basyir At-Tijnai yang berasal dari
Mauritania. Ketika beliau kembali ke Indonesia, disanalah Kiai Tidjani di
talqin oleh Syekh Muhammad Al-Hafidz bin Abdul Lathif at-Tijani Syekh Zawiyah
Tijaniyah Kairo.
Wafatnya
Kiai Djauhari sebagai muqaddam di Madura, dapat digantikan posisinya oleh Kiai
Tidjani sebagai muqaddam. Di lain sisi, beliau menjadi pimpinan ponok pesantren
Al-Amien Prenduan, yang di patneri oleh adik-adiknya yaitu Kiai Idris dan Kiai
Makhtum. Walaupun Kiai Tidjani menduduku tingkatan muqaddam di organisasi
tarekat, beliau tidak pernah menyangkutpautkan dengan jabatan beliau sebagai
pimpinan pesantren. Hal ini dapat diutarakan oleh Kiai Khoiri Khusni, bahwa
Tarekat Tijaniyah bersifat pribadi tidak ada hubungannya dengan konstitusi
pondok.
Pada
hari Kamis, tanggal 15 Romadhan 1428 H/27 September 2007 Pukul 02.00 WIB,
beliau menghembuskan nafas terakhirnya di dunia. Dan perjuangannya di teruskan
oleh adiknya yaitu Kiai Idris sebagai pempinan pesantren setelah Kiai Tidjani
wafat. Namun sekrang posisi Kiai Idris sudah tergantikan oleh adiknya yaitu
Kiai Makhtum, setelah Kiai Idris wafat pada hari Kamis, tanggal 28 Juni 2012.
Sumber : http://firdausimastapala.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar