Rabu, 08 Januari 2014

Wasiat Terakhir Cak Nur

Oleh Utomo Dananjaya

Enam hari sebelum berangkat berobat ke China, Cak Nur menulis surat kepada teman-teman pendukung Yayasan Wakaf Paramadina. Surat itu berupa usul pengadaan usaha penyegaran yayasan dan peremajaan para pendukung keorganisasiannya.
Untuk sebagian orang, surat itu dianggap sebagai wasiat terakhir yang menggetarkan hati, yang menerima surat tersebut dan melihat kondisi kesehatan Cak Nur di China dan kemudian di Singapura.
Apa yang dimaksud Cak Nur dengan penyegaran rupanya dapat dibaca pada lampiran surat tersebut berjudul: Wawasan Paramadina dan Saran-Saran Penyegaran Keorganisasian Lebih Lanjut.
Tentang wawasan Yayasan Wakaf Paramadina, Cak Nur menjelaskan bahwa yayasan merupakan lembaga yang dimaksudkan untuk mengemban dan mendorong kebebasan wacana, baik terbuka maupun tertutup, tanpa menjadi partisan eksklusif untuk suatu pendapat dari wacana bebas tersebut. Alasan Cak Nur bahwa kebebasan adalah hak dan anugerah primordial atau primeval dari Sang Maha Pencipta, sebagaimana dilambangkan dalam cerita kosmis ketika Tuhan mempersilakan Adam dan Hawa masuk ke dalam surga (QS, 2: 35).
Dalam pidato peresmian Kampus Universitas Paramadina dan setiap membuka pra-training mahasiswa baru, Cak Nur selalu menjelaskan bahwa Universitas Paramadina menyelenggarakan pendidikan dengan semboyan berdasar pada kitab dan hikmah seperti tercantum dalam QS 4: 113. Dalam proses pembelajaran, dosen dan mahasiswa memerlukan semangat kebebasan untuk punya keberanian menerobos batas.
Cak Nur sering mengungkapkan, hikmah atau ilmu adalah temuan para cerdik pandai dan menjadi kekayaan peradaban kemanusiaan. Sebuah temuan adalah terobosan dari temuan sebelumnya. Demikianlah terobosan demi terobosan diciptakan menjadi etos cendekiawan. Terobosan hanya mungkin terjadi oleh keberanian menembus batas.
Universitas Paramadina yang baru lahir delapan tahun lalu diharapkan membangun budaya penemuan ilmiah. Universitas memuliakan penelitian dan discovery. Mahasiswa dan dosen bukan hanya belajar, tetapi juga melakukan penelitian, dan diharapkan mencapai prestasi ilmiah tertinggi.
Inilah yang dirumuskan sebagai universitas yang menawarkan pilihan atau alternatif. Yang dimaksud adalah budaya universitas berbeda dari budaya konvensional universitas di Indonesia. Hal ini dititipkan sebagai tantangan kepada sivitas akademika Universtas Paramadina. Kepada pimpinan dan dosen pesan ini diarahkan. Bahkan, kepada mahasiswa yang menjadi salah satu faktor untuk membangun budaya baru akademis.
Dengan kebebasan positif itu, kata Cak Nur, manusia akan berkesempatan berkenalan dengan berbagai pendapat. Manusia dipujikan Allah untuk mendengarkan dan memperhatikan berbagai pendapat itu, kemudian memilih mana yang terbaik. "Maka berilah kabar gembira kepada hamba-hamba-Ku yang mendengarkan pendapat, kemudian mengikuti yang terbaik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk Allah, dan mereka itulah orang-orang yang berpengertian mendalam." (QS 39: 18).
Firman inilah yang menjadi dasar pandangan pluralisme yang dalam pengertian Cak Nur adalah mengakui perbedaan dan kesediaan bergaul secara beradab, dengan mau mendengar, menghormati pendapat orang lain, walaupun tidak sependapat.
***
Dalam sebuah diskusi seorang cendekiawan muda mengritik Cak Nur berdasarkan pendapat seorang ahli. Cak Nur memuji cendekiawan muda itu sebagai orang yang punya disiplin ilmiah dengan mendasarkan pendapatnya pada pandangan seorang ahli. Kemudian, Cak Nur menyampaikan pendapatnya sendiri.
Cendekiawan muda ini sesumbar bahwa dia telah menundukkan Cak Nur dengan pendapatnya. Begitu pluralisnya, dalam arti sopan dan santunnya Cak Nur sehingga cendekiawan ini merasa Cak Nur telah menerima keyakinannya.
Begitulah pluralisme diejawantahkan dalam pergaulan. Lawan yang tidak sependapat pun merasa menghormati pendapatnya, bahkan merasa pendapatnya diterima Cak Nur. "Inilah makna pluralisme," kata Cak Nur.
Karena prinsip kebebasan itu, Paramadina bukanlah perkumpulan sektarian, yang secara eksklusif mendukung pendapat tertentu. Lebih-lebih Paramadina bukanlah gerakan kultus. Paramadina mendorong orang untuk dengan bebas mengembangkan dan mendengar pendapat. Kemudian, setiap orang bebas pula memilih yang terbaik di antaranya dengan bertanggung jawab dan tulus mengikuti suara hati nurani.
Tanggung jawab setiap orang di akhirat adalah bersifat pribadi mutlak, tanpa ada jual-beli, persahabatan (kullah) ataupun perantara (syafaah). (lihat: QS 2: 254).
***
Cak Nur meninggal dunia ketika orang takut kebebasan dan keberagaman (liberal dan pluralisme). Pesan Cak Nur kepada teman-teman pendukung Paramadina bisa juga menjadi seruan, sekaligus penjelasan bahwa paham kebebasan dan pluralisme adalah hak dan anugerah primordial dari Sang Maha Pencipta.
Seorang Nurcholish Madjid, jejak pendapatnya selalu segar dan relevan. Bukan dan tak perlu diterima sebagai yang paling benar, tetapi patut direnungkan, dipertimbangkan untuk menjadi pilihan hati nurani. Semoga menjadi amal soleh yang diterima Allah.
*. Utomo Dananjaya, pengajar pada Universitas Paramadina di Jakarta, dikenal sebagai teman dekat Cak Nur saat mencetuskan Gerakan Pemikiran Keislaman pada 1970.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar