Oleh Utomo Dananjaya
Enam hari sebelum berangkat berobat ke China, Cak Nur
menulis surat kepada teman-teman pendukung Yayasan Wakaf
Paramadina. Surat itu berupa usul pengadaan usaha penyegaran
yayasan dan peremajaan para pendukung keorganisasiannya.
Untuk sebagian orang, surat itu dianggap sebagai wasiat
terakhir yang menggetarkan hati, yang menerima surat
tersebut dan melihat kondisi kesehatan Cak Nur di China dan
kemudian di Singapura.

Tentang wawasan Yayasan Wakaf Paramadina, Cak Nur
menjelaskan bahwa yayasan merupakan lembaga yang dimaksudkan
untuk mengemban dan mendorong kebebasan wacana, baik terbuka
maupun tertutup, tanpa menjadi partisan eksklusif untuk
suatu pendapat dari wacana bebas tersebut. Alasan Cak Nur
bahwa kebebasan adalah hak dan anugerah primordial atau
primeval dari Sang Maha Pencipta, sebagaimana dilambangkan
dalam cerita kosmis ketika Tuhan mempersilakan Adam dan Hawa
masuk ke dalam surga (QS, 2: 35).
Dalam pidato peresmian Kampus Universitas Paramadina dan
setiap membuka pra-training mahasiswa baru, Cak Nur selalu
menjelaskan bahwa Universitas Paramadina menyelenggarakan
pendidikan dengan semboyan berdasar pada kitab dan hikmah
seperti tercantum dalam QS 4: 113. Dalam proses
pembelajaran, dosen dan mahasiswa memerlukan semangat
kebebasan untuk punya keberanian menerobos batas.
Cak Nur sering mengungkapkan, hikmah atau ilmu adalah
temuan para cerdik pandai dan menjadi kekayaan peradaban
kemanusiaan. Sebuah temuan adalah terobosan dari temuan
sebelumnya. Demikianlah terobosan demi terobosan diciptakan
menjadi etos cendekiawan. Terobosan hanya mungkin terjadi
oleh keberanian menembus batas.
Universitas Paramadina yang baru lahir delapan tahun lalu
diharapkan membangun budaya penemuan ilmiah. Universitas
memuliakan penelitian dan discovery. Mahasiswa dan dosen
bukan hanya belajar, tetapi juga melakukan penelitian, dan
diharapkan mencapai prestasi ilmiah tertinggi.
Inilah yang dirumuskan sebagai universitas yang
menawarkan pilihan atau alternatif. Yang dimaksud adalah
budaya universitas berbeda dari budaya konvensional
universitas di Indonesia. Hal ini dititipkan sebagai
tantangan kepada sivitas akademika Universtas Paramadina.
Kepada pimpinan dan dosen pesan ini diarahkan. Bahkan,
kepada mahasiswa yang menjadi salah satu faktor untuk
membangun budaya baru akademis.
Dengan kebebasan positif itu, kata Cak Nur, manusia akan
berkesempatan berkenalan dengan berbagai pendapat. Manusia
dipujikan Allah untuk mendengarkan dan memperhatikan
berbagai pendapat itu, kemudian memilih mana yang terbaik.
"Maka berilah kabar gembira kepada hamba-hamba-Ku yang
mendengarkan pendapat, kemudian mengikuti yang terbaik di
antaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk
Allah, dan mereka itulah orang-orang yang berpengertian
mendalam." (QS 39: 18).
Firman inilah yang menjadi dasar pandangan pluralisme
yang dalam pengertian Cak Nur adalah mengakui perbedaan dan
kesediaan bergaul secara beradab, dengan mau mendengar,
menghormati pendapat orang lain, walaupun tidak
sependapat.
***
Dalam sebuah diskusi seorang cendekiawan muda mengritik
Cak Nur berdasarkan pendapat seorang ahli. Cak Nur memuji
cendekiawan muda itu sebagai orang yang punya disiplin
ilmiah dengan mendasarkan pendapatnya pada pandangan seorang
ahli. Kemudian, Cak Nur menyampaikan pendapatnya
sendiri.
Cendekiawan muda ini sesumbar bahwa dia telah menundukkan
Cak Nur dengan pendapatnya. Begitu pluralisnya, dalam arti
sopan dan santunnya Cak Nur sehingga cendekiawan ini merasa
Cak Nur telah menerima keyakinannya.
Begitulah pluralisme diejawantahkan dalam pergaulan.
Lawan yang tidak sependapat pun merasa menghormati
pendapatnya, bahkan merasa pendapatnya diterima Cak Nur.
"Inilah makna pluralisme," kata Cak Nur.
Karena prinsip kebebasan itu, Paramadina bukanlah
perkumpulan sektarian, yang secara eksklusif mendukung
pendapat tertentu. Lebih-lebih Paramadina bukanlah gerakan
kultus. Paramadina mendorong orang untuk dengan bebas
mengembangkan dan mendengar pendapat. Kemudian, setiap orang
bebas pula memilih yang terbaik di antaranya dengan
bertanggung jawab dan tulus mengikuti suara hati nurani.
Tanggung jawab setiap orang di akhirat adalah bersifat
pribadi mutlak, tanpa ada jual-beli, persahabatan (kullah)
ataupun perantara (syafaah). (lihat: QS 2: 254).
***
Cak Nur meninggal dunia ketika orang takut kebebasan dan
keberagaman (liberal dan pluralisme). Pesan Cak Nur kepada
teman-teman pendukung Paramadina bisa juga menjadi seruan,
sekaligus penjelasan bahwa paham kebebasan dan pluralisme
adalah hak dan anugerah primordial dari Sang Maha
Pencipta.
Seorang Nurcholish Madjid, jejak pendapatnya selalu segar
dan relevan. Bukan dan tak perlu diterima sebagai yang
paling benar, tetapi patut direnungkan, dipertimbangkan
untuk menjadi pilihan hati nurani. Semoga menjadi amal soleh
yang diterima Allah.
*. Utomo Dananjaya, pengajar pada Universitas Paramadina
di Jakarta, dikenal sebagai teman dekat Cak Nur saat
mencetuskan Gerakan Pemikiran Keislaman pada 1970.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar