"Banyak orang berfikir bagaimana mencari hidup yang lebih baik, tetapi
mereka lupa bagaimana mencari mati yang paling baik" demikian kata Kiai
Hasan.
Tahun 1999 adalah tahun dimana ada teror Ninja, tujuanya
membunuh para kiai, ulama dan pimpinan pondok pesantren. Serangan yang
tak pernah diketahui siapa mereka pelakunya ini akhirnya merembet ke
wilayah Madiun dan Ponorogo.
Serangan pertama di wilayah
Karesidenan Madiun ditujukan kepada Pimpinan Pondok Modern Babussalam,
KH. Hadi Martoyo BA di desa Mojorejo, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten
Madiun. Kebetulan rumah penulis dekat dengan pondok ini. Beruntung
beliau selamat, tapi sosok ninja yang sempat berduel dengan beliau
hilang di areal persawahan.
Adanya berita serangan ninja di PM.
Babussalam yang lokasinya dekat dengan Ponorogo, langsung direspon oleh
staff pengasuhan santri dan keamanan Pondok Modern Gontor. Para santri
kelas atas (3int, 4, 5 dan 6) disiagakan untuk menjaga rumah-rumah para
kiai dan tempat strategis lainya di lingkungan Pondok Modern Gontor.
Kelompok kerja santri dibagi menjadi 3 shift, pagi, sore dan malam.
Soal ilmu beladiri, ada yang punya tapi lebih banyak yang tidak memiliki
sama sekali, termasuk penulis sendiri. Semua sudah tawakkal kepada
Allah untuk menjaga pondok dan para ustad.
Pada hari Jum’at,
selepas sholat Jum’at, Kiai Hasan berdiri di depan para santri memberi
wejangan tentang situasi genting yang mengancam keselamatan para kiai di
seantero jawa timur. “Siapa tadi malam yang mengirim santri untuk
menjaga saya?, Bag. Keamanan atau Staff Komas (Kantor Staff Pengasuhan
Santri)?” tanya Kiai Hasan membuka ceramahnya setelah salam dan
sholawat, suaranya tinggi dan keras.
Petugas keamanan yang
berdiri di setiap pintu masjid jami’ juga tidak ada yang berani
menjawab. Semuanya terdiam hening. “Saya tidak marah, tapi ini
menyangkut amanah. Saya amanah kamu atau kamu amanah saya?” tanya Kiai
Hasan lagi. Suasana semakin diam dan hening, tetapi tiba-tiba sedikit
mencair karena Kiai Hasan akhirnya tersenyum sendiri: “hehehehe...mumet
mau jawab pertanyaan saya ya? sama kalau begitu, tadi malam ketika ada
anak-anak yang katanya disuruh menjaga saya, saya juga mumet!” lanjut
Kiai Hasan.
“Sebenarnya santri menjaga kiai, atau kiai yang
menjaga santrinya. Akhirnya jam 2 malam sampai subuh saya yang giliran
menjaga para haris lail (penjaga malam) itu.” Sontak saja, ribuan santri
dan asatidz yg mendengarnya tertawa lepas karena geli dengan statemen
Kiai Hasan yg humoris itu.
“Zaman sekarang ini, orang lebih
repot rebutan jabatan, rebutan kekuasaan, bikin partai ini itu, dan lain
sebagainya. Mereka-mereka lupa kalau tujuan hidup itu mati. Derajatmu
tidak ditentukan seberapa tinggi pangkatmu, tapi bagaimana dan untuk apa
matimu” jelas Kiai Hasan dengan nada mantap. Para santri sdh hafal
betul gaya Kiai Hasan ketika mendoktrin mereka ttg nilai-nilai dan
falsafah hidup.
"Adanya si ninja-ninja itu adalah kesempatan
saya untuk mati syahid, mati membela pondok, mati di dalam pondok.
Kalian jangan menghalangi saya masuk syurga. Kalau seumpamanya saya mati
di tangan para ninja-ninja itu, lalu yang menjaga saya juga mati semua,
maka di akhirat nanti bagaimana saya akan bertanggung jawab, lha kalian
ini amanah saya?” Di bagian kalimat terakhir ini nada Kiai Hasan
meninggi, suasana hening sekali, seolah ingin menyimak kalimat
selanjutnya dari Kiai.
Kiai Hasan kemudian mengakhiri
ceramahnya. Tapi pihak keamanan tetap mengirim santri untuk menjaga
rumah Kiai Hasan dan Kiai Syukri serta para kiai dan asatidz senior 24
jam. Beberapa teman yang mendapat giliran untuk berjaga malam di
kediaman Kiai Hasan sering bercerita. Mereka disuruh untuk menjaga di
ruang tamu di dalam rumah. Seringkali Kiai Hasan menemani mereka sampai
pagi sambil bercerita banyak hal, tentang ilmu dan pengalaman beliau.
"Nanti kalau ada ninja datang, kita bisa sama-sama mati. Kamu nanti
bisa bilang ke malaikat kalau saya sudah menunaikan amanah menjaga kamu,
dan saya juga bilang ke malaikat bahwa kamu juga sudah menunaikan
amanah.” Bbrp santri penjaga malam yg diajak bicara hanya
manggut-manggut saja, antara geli, patuh dan kagum dengan jiwa
keikhlasan yg ditunjukkan Kiai Hasan itu.
Alhamdulillah, sampai isu Ninja hilang, seluruh Kiai di Gontor diberi keselamatan oleh Allah untuk terus
berjuang menunaikan amanah. Di atas semua itu, saya ingin katakan
bahwa inilah salah satu potret keikhlasan puncak yg ditunjukkan oleh
murid dan guru; sungguh sebuah potret yg mulai hilang di negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar