Rabu, 08 Januari 2014

Kyai Gontor

Gontor Menyikapi Ninja

"Banyak orang berfikir bagaimana mencari hidup yang lebih baik, tetapi mereka lupa bagaimana mencari mati yang paling baik" demikian kata Kiai Hasan.

Tahun 1999 adalah tahun dimana ada teror Ninja, tujuanya membunuh para kiai, ulama dan pimpinan pondok pesantren. Serangan yang tak pernah diketahui siapa mereka pelakunya ini akhirnya merembet ke wilayah Madiun dan Ponorogo.

Serangan pertama di wilayah Karesidenan Madiun ditujukan kepada Pimpinan Pondok Modern Babussalam, KH. Hadi Martoyo BA di desa Mojorejo, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun. Kebetulan rumah penulis dekat dengan pondok ini. Beruntung beliau selamat, tapi sosok ninja yang sempat berduel dengan beliau hilang di areal persawahan.

Adanya berita serangan ninja di PM. Babussalam yang lokasinya dekat dengan Ponorogo, langsung direspon oleh staff pengasuhan santri dan keamanan Pondok Modern Gontor. Para santri kelas atas (3int, 4, 5 dan 6) disiagakan untuk menjaga rumah-rumah para kiai dan tempat strategis lainya di lingkungan Pondok Modern Gontor.

Kelompok kerja santri dibagi menjadi 3 shift, pagi, sore dan malam. Soal ilmu beladiri, ada yang punya tapi lebih banyak yang tidak memiliki sama sekali, termasuk penulis sendiri. Semua sudah tawakkal kepada Allah untuk menjaga pondok dan para ustad.

Pada hari Jum’at, selepas sholat Jum’at, Kiai Hasan berdiri di depan para santri memberi wejangan tentang situasi genting yang mengancam keselamatan para kiai di seantero jawa timur. “Siapa tadi malam yang mengirim santri untuk menjaga saya?, Bag. Keamanan atau Staff Komas (Kantor Staff Pengasuhan Santri)?” tanya Kiai Hasan membuka ceramahnya setelah salam dan sholawat, suaranya tinggi dan keras.

Petugas keamanan yang berdiri di setiap pintu masjid jami’ juga tidak ada yang berani menjawab. Semuanya terdiam hening. “Saya tidak marah, tapi ini menyangkut amanah. Saya amanah kamu atau kamu amanah saya?” tanya Kiai Hasan lagi. Suasana semakin diam dan hening, tetapi tiba-tiba sedikit mencair karena Kiai Hasan akhirnya tersenyum sendiri: “hehehehe...mumet mau jawab pertanyaan saya ya? sama kalau begitu, tadi malam ketika ada anak-anak yang katanya disuruh menjaga saya, saya juga mumet!” lanjut Kiai Hasan.

“Sebenarnya santri menjaga kiai, atau kiai yang menjaga santrinya. Akhirnya jam 2 malam sampai subuh saya yang giliran menjaga para haris lail (penjaga malam) itu.” Sontak saja, ribuan santri dan asatidz yg mendengarnya tertawa lepas karena geli dengan statemen Kiai Hasan yg humoris itu.

“Zaman sekarang ini, orang lebih repot rebutan jabatan, rebutan kekuasaan, bikin partai ini itu, dan lain sebagainya. Mereka-mereka lupa kalau tujuan hidup itu mati. Derajatmu tidak ditentukan seberapa tinggi pangkatmu, tapi bagaimana dan untuk apa matimu” jelas Kiai Hasan dengan nada mantap. Para santri sdh hafal betul gaya Kiai Hasan ketika mendoktrin mereka ttg nilai-nilai dan falsafah hidup.

"Adanya si ninja-ninja itu adalah kesempatan saya untuk mati syahid, mati membela pondok, mati di dalam pondok. Kalian jangan menghalangi saya masuk syurga. Kalau seumpamanya saya mati di tangan para ninja-ninja itu, lalu yang menjaga saya juga mati semua, maka di akhirat nanti bagaimana saya akan bertanggung jawab, lha kalian ini amanah saya?”
Di bagian kalimat terakhir ini nada Kiai Hasan meninggi, suasana hening sekali, seolah ingin menyimak kalimat selanjutnya dari Kiai.

Kiai Hasan kemudian mengakhiri ceramahnya. Tapi pihak keamanan tetap mengirim santri untuk menjaga rumah Kiai Hasan dan Kiai Syukri serta para kiai dan asatidz senior 24 jam. Beberapa teman yang mendapat giliran untuk berjaga malam di kediaman Kiai Hasan sering bercerita. Mereka disuruh untuk menjaga di ruang tamu di dalam rumah. Seringkali Kiai Hasan menemani mereka sampai pagi sambil bercerita banyak hal, tentang ilmu dan pengalaman beliau.

"Nanti kalau ada ninja datang, kita bisa sama-sama mati. Kamu nanti bisa bilang ke malaikat kalau saya sudah menunaikan amanah menjaga kamu, dan saya juga bilang ke malaikat bahwa kamu juga sudah menunaikan amanah.”
Bbrp santri penjaga malam yg diajak bicara hanya manggut-manggut saja, antara geli, patuh dan kagum dengan jiwa keikhlasan yg ditunjukkan Kiai Hasan itu.

Alhamdulillah, sampai isu Ninja hilang, seluruh Kiai di Gontor diberi keselamatan oleh Allah untuk terus
berjuang menunaikan amanah. Di atas semua itu, saya ingin katakan bahwa inilah salah satu potret keikhlasan puncak yg ditunjukkan oleh murid dan guru; sungguh sebuah potret yg mulai hilang di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar