Kamis, 16 Januari 2014

Akbar Zainudin

Perjuangan Tidak Pernah Berhenti

Bertemu dengan kawan-kawan, yang sekarang ini berjuang di berbagai daerah terpencil, terutama di kawasan Indonesia Bagian Timur, selalu mengaduk-aduk perasaan dan semakin meningkatkan kualitas spiritual. Salah satunya, saat beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan kawan lama saya yang berasal dari Timor Timur, Amir Karim. Saat ke Jakarta, Amir Karim sedang membeli peralatan Drum Band untuk kepentingan Pesantren yang didirikannya bersama saudaranya di Bau Bau, Sulawesi Tenggara.
Bersama Amir Karim (kiri), Alumni Gontor 91, pejuang integrasi Timtim.
Di Gontor, saya satu periode dengan Amir Karim, yang juga mondok di sana dengan kakaknya, Ahmad Karim. Dari sisi keilmuan, Amir memang tidak terlalu menonjol. Tetapi saya mengerti secara baik, bahwa semangat yang dibawanya jauh melampaui halangan dan rintangan apapun yang ada. Semangat juangnya jauh melampaui kehidupannya. Karim bersaudara adalah sebuah contoh nyata di depan mata saya tentang perjuangan tiada henti, seorang nasionalis, pejuang integrasi Timor-Timur.
Ya, mereka adalah salah satu dari ribuan orang yang harus merasakan kerasnya perjuangan untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Semenjak lulus tahun 1991, dua bersaudara ini kembali ke kampung halamannya di Timor Timur. Mereka berjuang bahu membahu mengembangkan pendidikan di Timor Timur.
Peristiwa referendum tahun 1999 adalah awal dari babak baru perjalanan kehidupan mereka. Kekalahan masyarakat pro integrasi Indonesia menjadikan mereka yang masih ingin hidup di wilayah Indonesia harus meninggalkan tempat di mana mereka hidup, dan menyeberang ke wilayah Indonesia melalui berbagai cara. Ada yang lewat laut melalui kapal, ada pula yang melewati darat dengan berbagai kendaraan. Yang kurang beruntung, mereka harus menunggu angkutan pengungsi ataupun berjalan kaki menuju Atambua, Kupang, wilayah perbatasan Republik Indonesia.
Sungguh bukan perkara mudah bagi Karim bersaudara meninggalkan Timor Timur, apalagi mereka sudah mulai membangun daerah tempat tinggalnya dengan sungguh-sungguh. Di mana mereka akan tinggal selanjutnya, menjadi masalah berikutnya yang harus dipecahkan.
Beruntung, Karim bersaudara mempunyai saudara yang tinggal di Bau Bau, Sulawesi Tenggara. Sekarang ini sudah ada penerbangan dari Jakarta, dengan transit terlebih dahulu di Makassar. Menggunakan pesawat terbang, dari Makassar ke Bau Bau kurang lebih bisa ditempuh selama 45 menit. Jika Anda pernah mendengar tentang kepulauan Wakatobi yang sangat terkenal dengan keindahan bawah lautnya, dari kota Bau Bau bisa ditempuh dengan 45 menit penerbangan ke sana.
Maka kemudian, Karim bersaudara memutuskan tinggal di Bau Bau sambil mengamalkan ilmu pengetahuan yang mereka miliki bagi masyarakat yang tinggal di sana. Mereka bertekad memperjuangkan dan mengembangkan pendidikan modern bagi masyarakat di sana. Akhirnya, dengan tekad bulat, mereka mulai membangun lembaga pendidikan pesantren pada tahun 1999 di Bau Bau.
Jangan dibayangkan bahwa pesantren yang mereka dirikan dimulai dari mendirikan gedung-gedung asrama dan ruang-ruang kelas yang megah. Mereka memulai sebagaimana para kyai memulai mengembangkan lembaga pendidikan, yaitu dengan mengajar agama di rumahnya sendiri, mengundang masyarakat untuk bersama belajar berbagai ilmu agama.
Lambat laun, kepercayaan masyarakat mulai tumbuh. Dari segelintir murid di awal pendirian, bertambah hingga puluhan, dan setiap tahun terus bertambah hingga sekarang lembaga pendidikan yang diresmikan pendiriannya oleh salah satu Pimpinan Pondok Modern Gontor, KH. Abdullah Syukri Zarkasyi tersebut saat ini menampung sekitar 260 murid untuk tingkat pendidikan setara SMP-SMA.
Sebelas tahun mengembangkan sebuah lembaga pendidikan, dengan tingkat kepercayaan masyarakat yang mulai tumbuh adalah sebuah prestasi tersendiri. Namun demikian, tentu saja perjalanan hidup tidaklah semudah apa yang kita pikirkan.
Banyak sekali cobaan dan rintangan menghadang, namun itu semua tidaklah menjadikan Amir Karim lemah, tetapi justru menambah semangat yang jauh lebih tinggi. Karena ia sadar, sekali melakukan hijrah, tidak boleh setengah-setangah agar bisa menghasilkan perubahan yang lebih baik.
Salah satu cobaan paling berat sekarang ini adalah saat kakaknya, Ahmad Karim, mesti masuk penjara karena “dianggap” melakukan tindak pidana korupsi terkait pembagian bantuan untuk pengungsi. Cerita sederhananya, Pemerintah menjatahkan bantuan untuk 2000 pengungsi Timor Timur. Tetapi karena jumlah pengungsi sekitar 4000 orang, atas inisiatif Ahmad Karim, dengan persetujuan komite pelaksana, bantuan tersebut dibagi rata untuk 4000 orang, tentu saja dengan jumlah bantuan hanya setengah dari yang seharusnya untuk 2000 orang. Dan di Indonesia, kesalahan administrasi semacam ini cukup rentan dijebak untuk masuk menjadi kasus korupsi. Perjalanan kasus ini begitu panjang, mulai tahun 2002 hingga sekarang, dan sudah ada keputusan dari Mahkamah Agung untuk menghukum Ahmad Karim dengan 2 tahun penjara mulai Mei 2010.
Sungguh, dengan semua apa yang dialaminya, Amir Karim, semakin terlihat tegar dan dewasa. Guratan semangatnya tidak pernah padam, justru semakin terlihat tekad kuat yang dimilikinya. Perjuangan memang tidak boleh berhenti.
Sebagai rasa solidaritas, bersama kawan-kawan alumni Gontor tahun 1991, Forum Tajammu Classic (FTC), kita berniat menggalang berbagai kekuatan dan jaringan yang kita miliki untuk membantu saudara kita ini. Bagi Anda yang terketuk, silahkan gabung dengan kita untuk saling bahu membahu. Segala bantuan Anda, mulai dari pikiran, tenaga, hingga bantuan material sangat diharapkan.
Semoga kehidupan Anda lebih berkah dan bermanfaat,
Salam Man Jadda Wajada
AKBAR ZAINUDIN
Penulis buku Man Jadda Wajada: The Art of Excellent Life. Segera menyusul MJW 2
Email: akbar.zainudin@gmail.com
FB: Akbar Zainudin
Twitter: @akbarzainudin
Sumber: http://edukasi.kompasiana.com

2 komentar:

  1. Assalamualaikum Kak Akbar..sehat..ini wiwit, ibu 5 anak..he2

    BalasHapus
  2. Assalamu'alaikum Ustadz, minta ijin share tulisan ini untuk saya cantumkan pada blog saya www.guruinspirasintt.com
    Tulisan rangkuman saya tentang Ustadz. Jazakallah bi khoir

    BalasHapus